Isu tak sedap yang memantik pelaku pena atau yang biasa disebut “Jurnalis” terus bermunculan diberbagai grup whatsapp, bahkan masyarakat asing yang tidak begitu peduli dengan hal yang berkaitan dengan dunia kewartawanan juga ikut-ikutan tertawa dengan gaya serapahnya.
“Kan Iye apa, Ghen itu rah (red. iya kan, hanya karena itu ternyata)”, Serapahnya di Status Whatsapp.
Ya, anggapan masyarakat awam akan sedikit merubah paradigmanya secara perlahan dengan fenomena ‘tak sedap’ ini.
Sebagian masyarakat akan menilai bahwa profesi wartawan terlalu murahan, karena kasus kekerasan hanya selesai dengan uang. Kita mau bagaimana lagi selain meluruskan, bahwa moralitas kita ‘dicopet’ oleh oknum yang tak jelas asal-usulnya.
Wartawan, pewarta atau jurnalis adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan dan atau tugas-tugas jurnalistik secara rutin, atau dalam bahasa lain, wartawan dapat dikatakan sebagai orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita baik media cetak, media elektronik, maupun media online.
Mayoritas, keabsahan sebagai wartawan adalah dengan mempunyai ID Card Pers yang dibuat perusahaan pers dan atau ID Card Pers Dari Dewan pers bagi yang telah mengikuti Kompetensi kewartawanan, serta Melakukan tugas-tugas jurnalistik sesuai Kode Etik.
“Dan secara pribadi, sayapun tidak tau dari perusahaan pers mana dia berasal dan sudah diakui oleh dewan pers sejak tahun berapa, serta apakah masih aktif melakukan tugas-tugas jurnalistik”.
Kerap kali, profesi wartawan disamakan dengan LSM oleh sebagian orang karena keduanya sama-sama Melakukan ‘Investigasi’ dalam memperoleh informasi. Hanya saja titik Perbedaannya adalah pada ‘cara dan tujuan’.
Teringat dengan tulisan salahsatu aktivis sumenep sekaligus pengusaha yang berjudul “Baju LSM Profesi Tukang Palak” Tahun lalu, kini kaum jurnalis sumenep juga dihebohkan dengan satir “Mengaku Wartawan Ternyata Sopir”.
Genap dua tahun lebih, saya bergabung menjadi bagian dari pelaku pena di sumenep, baru kali ini ada ‘sopir’ yang mengaku ‘wartawan’ lalu diduga merubah “Laporan” menjadi “mahar”. Jelas, kondisi ini akan menyakiti serta membunuh profesi ‘Wartawan Asli’ yang telah lama menyampaikan informasi secara aktual, seimbang, bermoral, dan profesional.
Wartawan senior yang telah lama berkecimpung dalam karya-karya jurnalistiknya dan menjalani perjuangannya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan kewartawanan, misal mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dengan tujuan agar Produk jurnalistik adalah karya intelektual, sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula.
Hal tersebut bukanlah suatu hal yang mudah bukan? Lalu dengan trendingnya “Mengaku Wartawan ternyata Sopir”, dan Mengubah “Laporan” Menjadi “Mahar”. Lagi-lagi ini membuktikan bahwa ia telah bekerja diluar Standar dan tidak kompeten sebagai wartawan.
Seluruh wartawan sumenep saat ini merasa dikagetkan atau dengan bahasa kekinian “Prank” atas kasus ‘mahar 150jt’ yang dikawal dengan sungguh-sungguh hingga dilakukan aksi besar-besaran ke mapolres agar pelaku kekerasan kepada wartawan yang dilakukan Kades Dan Eks Kades Batuampar, Kecamatan Guluk-guluk dipenjarakan.
Setelah Polres memenjarakan pelaku atas tuntutan para wartawan khususnya Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) beserta wartawan yang lain, justru beberapa hari dari aksi tersebut, korban mengambil tindakan Restorative Justice (RJ) tanpa melibatkan wartawan yang lain dan kuasa hukumnya? Ini yang saya sebut ‘Copet Moralitas’ atau dengan bahasa paling kasar ‘menjual marwah temannya guna keuntungan pribadinya’.
Melalui tulisan yang sederhana ini, publik jangan sampai salah tafsir kepada wartawan yang telah bekerja sesuai kaidah jurnalistik dan dengan trandingnya Mahar 150jt itu. Sebab lagi-lagi profesi wartawan telah tercoreng oleh oknum yang mengatasnamakan wartawan padahal tukang sopir.
*Tulisan ini sebagai rasa prihatin korban pencopetan moralitas atas nama wartawan*
Penulis : TOIFUR ALI WAFA, Wartawan Tingkat Muda Angkatan 2022 ANTARA