Pada setiap proses pemilihan umum, salah satu aspek yang sangat penting adalah integritas dalam administrasi pemilih, yang salah satunya tercermin dalam penggunaan Formulir C6. Formulir ini merupakan dokumen yang digunakan untuk memastikan bahwa seorang pemilih terdaftar dengan benar dan memiliki hak suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Di Kabupaten Sumenep, tepatnya di Desa Batu Ampar, pelaksanaan distribusi Formulir C6 mengalami masalah serius. Salah satu keluarga di desa tersebut tidak menerima Formulir C6 sesuai waktu yang telah ditetapkan dalam Peraturan KPU Pasal 15, yang mengatur bahwa Ketua KPPS harus menyampaikan surat pemberitahuan untuk memberikan suara di TPS (Model C6-KWK) kepada pemilih di wilayah kerjanya selambat-lambatnya tiga hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
Selain itu, terdapat kasus di mana seorang warga menerima Formulir C6, tetapi atas nama orang lain yang tidak tinggal di alamat penerima formulir tersebut. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari warga setempat, permasalahan ini diduga melibatkan cabup dan cawabup dari kubu petahana. Hal ini mencerminkan buruknya demokrasi di Kabupaten Sumenep, sekaligus menimbulkan kerugian besar bagi kubu penantang akibat persaingan yang tidak sehat dalam Pilbup kali ini.
Dari kasus tersebut, penulis mencurigai adanya sabotase dan penggelapan surat suara yang sengaja dilakukan oleh cabup dan cawabup kubu petahana. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa Desa Batu Ampar secara sistem dianggap telah berada di bawah kendali kubu tersebut. Lalu, bagaimana dengan peran KPPS sebagai pemangku kebijakan di desa? Peristiwa ini seolah-olah memang sengaja dibiarkan terjadi oleh pihak yang memiliki tanggung jawab penuh.
Penulis: Mas Harir