Skandal Digital: Mengurai Investasi Bodong dan Krisis Kepercayaan Publik

Rudi Hermawan

Oleh: Rudi Hermawan

Investasi bodong telah menjadi isu yang merusak tatanan sosial, apalagi ketika pelaku utamanya berasal dari institusi negara yang seharusnya menjaga integritas. Kasus yang mencuat di Kabupaten Sumenep melibatkan seorang terduga berinisial D, yang menggunakan platform digital untuk menjaring korban melalui grup bernama TTS. Grup dengan lebih dari 300 anggota ini dikelola oleh puluhan admin, menciptakan ilusi profesionalisme yang meyakinkan. Dalam pandangan sosiolog Jerman, Max Weber, tindakan ini mencerminkan penyalahgunaan otoritas yang merusak legitimasi birokrasi modern.

Fenomena ini mencerminkan istilah white-collar crime dari Edwin Sutherland, yang menggambarkan kejahatan oleh individu berstatus sosial tinggi yang memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi. Di Indonesia, pasal 378 KUHP tentang penipuan sering digunakan untuk menangani kasus serupa, tetapi situasi ini memerlukan pendekatan yang lebih mendalam. Pasal-pasal dalam UU Tipikor harus dipertimbangkan, karena penyalahgunaan jabatan publik dan kepercayaan jelas menjadi elemen utama dalam kasus ini.

Dalam konteks teknologi, ahli seperti Joseph Stiglitz menyoroti bagaimana information asymmetry menjadi alat bagi pelaku untuk memanipulasi korban. Melalui media sosial, terduga D menciptakan narasi keuntungan besar yang jauh dari kenyataan. Korban, yang sebagian besar tidak memahami risiko investasi, terperangkap oleh janji manis yang didukung oleh reputasi sang pelaku sebagai oknum anggota institusi negara. Hal ini menciptakan kombinasi berbahaya antara kepercayaan yang salah tempat dan ketidaktahuan finansial.

Pierre Bourdieu menjelaskan konsep symbolic violence, di mana kekuasaan simbolik digunakan untuk memanipulasi dan mengontrol individu. Dalam kasus ini, terduga D memanfaatkan simbol otoritas dari institusi yang ia wakili untuk meyakinkan masyarakat bahwa investasi tersebut aman dan menguntungkan. Praktik semacam ini tidak hanya merusak nama baik institusi, tetapi juga mengikis kepercayaan publik secara keseluruhan.

Korban kini mulai bersatu untuk melaporkan kasus ini kepada pimpinan institusi terkait. Ini mencerminkan apa yang oleh Jürgen Habermas disebut sebagai deliberative democracy, di mana masyarakat mengambil peran aktif dalam menuntut keadilan. Namun, langkah ini memerlukan dukungan hukum dan regulasi yang lebih kuat untuk memastikan bahwa pelaku dapat dijerat secara maksimal dan korban dapat memperoleh keadilan.

Edukasi finansial juga menjadi kunci pencegahan skandal serupa di masa depan. Ahli ekonomi seperti Robert Shiller menekankan pentingnya financial literacy untuk menghindari jebakan investasi bodong. Program edukasi keuangan harus menjadi prioritas, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap penipuan. Dengan literasi yang memadai, masyarakat dapat mengenali tanda-tanda peringatan sejak dini.

Teknologi seperti blockchain juga dapat digunakan untuk menciptakan transparansi dalam sistem investasi. Jeremy Bentham pernah menyebut bahwa “transparency is the ultimate form of accountability.” Dalam konteks ini, pemerintah dan institusi keuangan dapat mengadopsi teknologi ini untuk memverifikasi transaksi dan mengurangi peluang manipulasi.

Hukuman yang tegas terhadap pelaku sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik. Dalam pandangan Immanuel Kant, keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga memberikan kejelasan moral kepada masyarakat. Hukuman terhadap pelaku investasi bodong harus mencerminkan kerugian yang mereka timbulkan, baik secara finansial maupun sosial.

Kasus ini adalah ujian bagi institusi negara dan sistem hukum Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh Adam Smith, “Kepercayaan adalah mata uang paling berharga dalam ekonomi.” Institusi yang kehilangan kepercayaan publik tidak hanya menciptakan krisis internal, tetapi juga menghancurkan fondasi sosial yang seharusnya mereka lindungi. Sudah saatnya langkah konkret diambil untuk memastikan hal ini tidak terulang kembali.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *