Oleh: Sulaisi Abdurrazaq
(Ketua DPW APSI Jatim
& Direktur LKBH IAIN Madura)
Rokok Ilegal
BAGI saya, revolusi rokok ilegal di Madura adalah simbol perlawanan terhadap monopoli kapitalisme yang menyengsarakan petani tembakau.
Yang membuat pemerintah dihajar setiap tahun karena dinilai tidak berpihak pada petani, akibat standart kualitas dan harga tembakau yang tak pasti.
Rakyat kerja keras, setan-setan kapitalis sewenang-wenang menentukan harga.
Cukai rokok naik dari tahun ke tahun. Tujuannya mengurangi jumlah perokok dan meningkatkan penerimaan negara.
Tujuan negara baik, tapi juga menghisap rakyat kecil atau petani tembakau yang hidupnya bergantung pada musim panas dengan keterampilan terbatas.
Bagi pemodal raksasa, cukai naik tak terlalu jadi soal. Tapi bagi pemodal kecil dan bagi petani, itu masalah gawat. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Lalu mati.
Begitu cukai beranjak naik, harga rokok ikut naik, lalu muncul pabrik-pabrik kecil produksi rokok.
Petani punya harapan, karena terdapat pembeli alternatif.
Ketika produksi rokok melimpah dan pabrik-pabrik kecil terbatas modal untuk beli pita cukai, maka sisa rokok yang tanpa pita menjadi ilegal ketika diperjual belikan.
Karena tanpa pita, tentu harga lebih murah. Dari sana lahan kerja dan ladang usaha terbuka. Rakyat kecil yang berusaha survive potensial menjadikannya peluang usaha memenuhi kebutuhan keluarga.
Membeli rokok tanpa pita, lalu dijual dengan harga lebih mahal untuk memperoleh laba. Jalan itu adalah lorong alternatif bagi rakyat yang tertindas keadaan.
Kalau ditanya apa itu halal. Jawab saja lewat lirik lagu Iwan Fals, “Manusia Setengah Dewa.”
Masalah moral, masalah akhlak, biar kami cari sendiri.
Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu. Peraturan yang sehat yang kami mau.
Tegakkan hukum, setegak-tegaknya. Adil dan tegas tak pandang bulu.
Maksudnya, kalau hukum masih melihat bulu, biarkan saya memberi _point of view_ bahwa revolusi rokok ilegal adalah simbol perlawanan terhadap monopoli ekonomi setan-setan kapitalis yang kadang berkolaborasi dengan penegak hukum.
Polisi Brengsek
Salah satu penegak hukum yang rawan “dimakan setan kapitalis” adalah polisi pengkhianat institusi kepolisian. Pelanggar sumpah jabatan. Dialah yang disebut polisi brengsek.
Kata brengsek itu saya pinjam dari bahasa Irjen Pol. Drs. H. Napoleon Bonaparte, M.Si. ketika menanggapi kasus Ferdy Sambo.
“…tidak semua polisi brengsek. Memang banyak yang brengsek, tapi tidak semua,”
Mantan Wakapolri, Komjen. (Purn.) Drs. Nanan Soekarna, rekan seangkatan saya di Pasca Politik UI juga pernah menggunakan kata yang sama. Katanya:
“Maklumat Kapolri mengatakan, masyarakat tolong jangan kompromi dengan polisi brengsek. Jangan kompromi sama polisi korup.”
Nah, salah satu polisi brengsek yang berkaitan dengan rokok ilegal ini bercokol di Polres Sampang.
Peristiwanya begini:
Awal bulan Juni 2023, malam itu, sekira pukul 22.00 WIB, Muni, pengendara mobil L300 warna hitam ditangkap. Dugaannya karena memuat rokok tanpa pita cukai.
Setelah ditangkap, seorang polisi yang menjabat Kanit di Reskrim Polres Sampang, meminta uang tebusan Rp50.000.000,- Muni tak punya uang karena hanya pengendara.
Empat hari kemudian, Jum’at 9 Juni 2023, pemilik rokok datang ke Polres Sampang untuk mendiskusikan masalah mobil berikut muatannya.
Pemilik rokok tanpa pita cukai tak mampu memenuhi permintaan polisi brengsek itu, dia hanya mampu jika tarif tebusannya Rp20.000.000,-.
Tak ada titik temu, akhirnya sang Kanit di Reskrim Polres Sampang ini menyampaikan bahwa pimpinannya tidak setuju dengan angka Rp20.000.000,- dan meminta pemilik rokok datang kembali di hari Senin tanggal 12 Juni 2023 yang akhirnya sang Kanit sepakat, mobil berikut muatannya dapat ditebus dengan harga Rp30.000.000,-.
Dalam sebuah video berdurasi 2.34 detik, polisi brengsek itu menjelaskan, selain duit tebusan itu ia juga menjelaskan tentang pengamanan lanjutan lalu lintas pengiriman rokok ilegal di Sampang.
Menurut oknum ini, pengamanan bisa sendiri atau bisa juga bulanan. Itupun kalau cocok dengan pimpinan.
Sayangnya, setelah mobil bermuatan rokok itu keluar dari Mapolres Sampang, ternyata rokok dalam mobil itu sudah tekor. Dugaannya, “dimalingi” oknum.
Menurut pemilik rokok, tak kurang dari 80 bal, atau 8000 bungkus rokok tanpa pita yang diduga dihisap oleh oknum Polres Sampang.
Ini baru kasus kecil yang akan kita besarkan. Kita rencanakan aksi besar di depan Polres Sampang bersama korban-korban oknum polisi brengsek.
Menurut kalian bagaimana? (*)