Bagiberita.id, Sumenep – Pelapor Bos Properti Sumenep ke Polda Jawa Timur sejak 2015 silam oleh Mohammad Siddik, berawal dari dugaan adanya indikasi melakukan tipu gelap yang dilakukan kepada HS sebagai terlapor, Kamis (11/1).
Dugaan tersebut kemudian diperkuat oleh Sulaisi Abdurrazaq yang kemudian melaporkan MS atas dugaan perbuatannya itu ke Polres Sumenep pada Senin lalu.
Sulaisi Abdurrazaq menyerahkan setumpuk berkas dan data rincian bentuk dugaan tipu gelap yang dilakukan oleh Mohammad Siddik dan kemudian diserahkan kepada penyidik, saat melakukan pelaporan.
Tak hanya uang, bahkan sebuah mobil besutan Jepang diserahkan oleh HS kepada Mohammad Siddik untuk memenuhi syarat dan kompensasi proyek yang dijanjikan sebelumnya, beberapa hal terkait perbuatan MS terindikasi pada dugaan tindak pidana.
Menurut Kuasa Hukum H. Sugianto, Sulaisi Abdurrazaq, laporan pidana terhadap Moh. Sidik bukan merupakan respon dari kekalahan kliennya di sidang Pra Peradilan kemarin.
“Melainkan upaya untuk mengungkapkan ke ruang publik latar belakang terjadinya pelaporan, yaitu sebelum tahun 2015, tepatnya pada tahun 2013. Ternyata pelapor itu bukan pahlawan, melainkan terduga penjahat,” ujar Sulaisi Abdurrazaq, Rabu (10/01/23).
Sulaisi mengatakan bahwa, pada tahun 2013 MS menjanjikan proyek senilai tiga miliar yang bersumber dari APBD Sumenep. “Ternyata proyek itu tidak ada sementara Moh. Sidik telah menerima DP sepuluh persen,” ungkapnya.
Sebelumnya MS melaporkan H. Sugianto ke Polda Jawa Timur atas dugaan penggelapan TKD yang disebut merugikan Negara dengan data yang dikeluarkan oleh BPKP hingga mencapai ratusan miliar.
Namun, kasus itu disebut telah daluwarsa oleh Sulaisi Abdurrazaq sebagai penasehat hukum HS, dengan berdasar pada pasal 78 KUHP, sehingga PH dari HS melakukan Praper kepada Polda Jatim yang kemudian ditolak oleh Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya pada 5 Januari lalu.
Selain itu, Sulaisi membeberkan data fakta (autentik) berupa kwitansi yang dilengkapi dengan keterangan dan meterai 6000.
Berikut sebagian rincian kwitansi penerimaan, bahwa uang titipan dengan jaminan sertifikat hak milik nomor 107 yang ditandatangani oleh Moh. Siddik pada 3 Mei 2013 dengan nominal sebesar 250 juta.
Namun tiga tahun kemudian, tepat pada 9 Oktober 2016 sertipikat tersebut ditebus dengan nominal yang tidak sesuai dengan angka awal, yakni hanya 150 juta yang dibayar oleh Dr. H. Sajali, S.H., MM., PhD.
Dalam data lain, dijelaskan rincian harga atas mobil merk Honda Civic tahun 2009 yang dihitung sebagai DP dari kompensasi proyek APBD dengan harga 240 juta, yang kemudian 10 juta dibayarkan melalui transfer atas nama Endang Sri Rahayu, pada pukul 14:40 dengan rincian keterangan “pinjaman” Siddik, dengan total 250 juta.
Menurut Siddik, saat dikonfirmasi bagiberita.id, menjelaskan bahwa hal tersebut telah dibayar.
“Yang jelas itu tidak benar, saya tidak pernah menipu H. Sugianto, saya tidak pernah gitu lho. Itupun sudah dibayar lunas, yang nebus itu bukan saya, Pak Dr. HM Sajali.”
Jadi uangnya H. Sugianto tidak pernah saya ada, sertipikat saya disana sudah dijemput sudah diambil sudah lunas, ada kwitansi pelunasannya ada, sambung Dikdik melalui panggilan WhatsApp. Saya tidak pernah nipa nipu, ada buktinya ada, jadi tulis.
Disinggung terkait berkas dan data yang ditanyakan, Dikdik mengatakan itu terserah.
“Terserah mereka mas saya bisa buktikan itu, dan di dalam kesimpulan di dalam putusan itu sudah disebut juga ditebus, kalau sertipikatnya sudah diambil oleh yang punya hak, apanya yang ditipu saya, itu kan karena atas dasar laporan saya, barangkali dia itu karena dendam ke saya, tapi kalau saya tidak ada mas, saya tidak pernah menipu H. Sugianto, kalau H. Sugianto menggelapkan tanah kas desa iya terbukti sudah, tulis itu”, beber Dikdik.
“Jadi yang jelas itu sudah selesai, urusan utang saya ke H. Sugianto itu karena jaminan sertipikat sudah ditebus oleh Pak Doktor, yang nebus bukan saya, yang punya sertipikat yang menebus sertipikatnya, ada kwitansinya ada”.
Kalau urusan pelaporan dengan urusan H. Sugianto ini tidak ada korelasinya mas, kalau pelaporan tetap pelaporan, jadi tidak ada, pungkasnya. (RHN).