Oleh: Winarto*)
Tanah bukan saja soal aspek ekonomi, namun tanah bisa saja identik dengan harga diri, harga diri individu atau harga diri institusi.
Tanah-tanah di Indonesia umumnya memiliki riwayat berliku. Sebab, sebelumnya merupakan wilayah-wilayah kerajaan termasuk saling menyerang antar kerajaan dan mengalami masa kolonialisasi negara asing.
Undang-Undang Pokok Agraria yang diberlakukan setelah sekitar 15 tahun usai kemerdakaan Indonesia adalah satu-satunya pedoman penataan, penguasaan, pemilikan tanah. Termaktub dalam Undang-Undang bernomor 5 tahun 1960 itu antara lain tata cara memperolehnya.
Saya berusaha men-taut-kan judul artikel saja biar mudah saya mengajak otak. Sebab, belum lama terjadi terjadi gaduh soal rencana pensertifikatan tanah yang saat ini digunakan sebagai Markas Komando Distrik Militer di Sumenep.
Meski akhirnya pihak Kodim Sumenep menjadi yang berhak atas tanah tersebut. Namun patut ditiru upaya institusi itu dalam mempertahankan baik data maupun argumentasi yang rasional. Saya menyebutnya sebagai mempertahankan harga diri atau saya sebut integritas (meskipun pihak Kodim boleh tidak sepakat).
Mengapa Begitu?
Pertama: Bagi TNI dalam hal ini Kodim Sumenep tidak sulit pindah markas jika tanah itu memang sudah ada yang secara sah memiliki dengan bukti-bukti otentik. Sebab, TNI sangat patuh terhadap Undang-Undang. Terlebih TNI merupakan alat negara yang wajib bagi pemerintah untuk menyediakan lahan untuk markas mereka.
Kedua: Bagi pimpinan TNI AD di Sumenep tidak perlu melukai rakyat (sebagian rakyat) Sumenep dengan merebut tanah rakyat (dari pemiliknya). Sebab, TNI lahir dan besar bersama rakyat. Jika hal itu dilanggar, maka TNI akan tidak dipercaya rakyatnya.
Ketiga: Bagi Komandan Kodim Sumenep untuk apa harus bertaruh kehormatannya hanya untuk tanah tersebut, mengingat Dandim tidak selamanya menjadi pejabat tertinggi TNI-AD di Sumenep.
Mengapa Harus Dipertahankan?
Menurut saya Dandim Sumenep berbuat atas nama diri dan kehormatan sebagai pimpinan adalah keharusan. Bagi Kodim Sumenep tanah itu merupakan kedaulatan, diketahui tanah itu sudah puluhan tahun digunakan Makodim.
Dandim sendiri telah melakukan tugas sebagai pelaksana distribusi kekuasaan dari atasannya yang harus mempertahankan wilayahnya dari pengaruh pihak lain, baik secara moral ataupun administrasi.
Merujuk UUPA kecuali Kodim tidak satu pihak pun yang akan menguasai tanah itu. Tidak ditetapkanya pada tanah itu sebagai obyek tertentu oleh pemerintah maupun pemerintah daerah menjadikan tanah itu tidak mutlak menjadi hak waris adat tertentu.
Pensertifikatan tanah itu sendiri memang seharusnya dilakukan sejak lama oleh pihak TNI atau Dandim Sumenep sebelumnya (pendahulu).
Namun, integritas kepemimpinan (leadership) menjadi pemicu cepat atau tidaknya misi bisa berhasil.
Atau justru Dandim Sumenep melihat ada indikasi (bahasa saya) VOC-VOC dengan menggerakkan mafia tanah sedang gencar beroperasi.
*) Pemimpin Redaksi Bagiberita.id