Oleh : Winarto (Pemimpin Redaksi)
Usai dilakukan pengukuran tanah untuk diterbitkan sertifikat Makodim 0827/Sumenep beberapa waktu lalu, bagai energi baru bagi warga yang tanahnya diserobot atau dirampas. Ini terbukti sejumlah warga menunjuk pengacara sebagai pembela. Mereka mengaku tanahnya telah dirampas secara sepihak oleh penyerobot tanah.
Entah bagaimana bisa terjadi, termasuk kepala desa, di mana di desa lah administrasi pertanahan dimulai.
Mereka yang dirugikan atas penyerobotan tanah melakukan konsultasi hukum kepada Kurniadi, S.H., praktisi hukum, pada Kamis, 23 Pebruari 2023 malam, yang selanjutnya keesokan harinya Jum’at, 24 Februari lalu pengacara sebagai kuasa hukum melaporkan ke Polres Sumenep.
“Kita akan melaporkan kasus ini kepada APH ya, kita bantu mengawal perjalanan kasus tersebut sampai tuntas,” kata Pengacara, Kurniadi.
“Dalam perkara ini, bukan satu dua orang yang menjadi korban, namun banyak. Artinya dugaan kita, pelaku aktif melakukan hal ini secara masif hingga menyebabkan kerugian yang sangat besar ini pola kerja mafia,” lanjutnya.
Penyerobotan tanah bukanlah suatu hal yang baru dan terjadi di Indonesia. Kata penyerobotan sendiri dapat diartikan dengan perbuatan mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan, seperti menempati tanah atau rumah orang lain, yang bukan haknya. Tindakan penyerobotan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana.
Adanya perbuatan yang disengaja yang dilakukan oleh orang yang melakukan penyerobotan atas tanah milik orang, maka dikenakan pasal 167 KUHPidana. Sedangkan hukum perdata di dalam pasal 1365 dan pasal 1366 karena bisa dilihat dalam kasus penyerobotan tanah ada pihak yang dirugikan dan memerlukan ganti rugi atas kerugian yang dialami pihak tersebut.
Penyerobotan tanah adalah pendudukan atas tanah yang sudah dimiliki oleh orang lain. Penyerobotan tanah diatur dalam KUHP dan Perppu 51/1960, di mana diatur larangan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.
Pihak yang berhak atas tanah tersebut dapat melakukan langkah hukum pidana dan perdata untuk menjerat perbuatan kepala desa yang membantu proses penyerobotan tanah.
Menurut KUHP
Perbuatan penyerobotan tanah tidak secara tegas dirumuskan dalam KUHP, namun Pasal 385 KUHP (R. Soesilo) mengatur tentang kejahatan yang berkaitan langsung dengan kepemilikan tanah, sebagai berikut:
R. Soesilo dan bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP) Serta Komentar-Komenternya lengkap Pasal demi Pasal (hal. 266-267) menjelaskan bahwa kejahatan-kejahatan yang terdapat dalam pasal ini disebut dengan kejahatan Stellionnaat yang berarti penggelapan hak atas barang-barang yang tidak bergerak, barang-barang yang tidak bergerak misalnya tanah, sawah, gedung.