bagiberita.id – Selama ini singkong dianggap sebagai makanan inperior di kalangan masyarakat. Mirisnya, masyarakat yang mengonsumsi singkong dianggap sebagai kaum miskin. Padahal jika melihat potensi singkong sebagai sumber karbohidrat subsitusi nasi sangat besar.
“Singkong memiliki keungulan dibandingkan beras,” kata Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Panga, Badan Ketahan Pangan, Kementerian Pertanian saat Webinar Makan Singkong bikin Sehat, Kamis (12/8/2021).
Sayangnya selama ini menurut Yasid, konsumsi singkong masih sebatas camilan dan makanan selingan. Karena itu, program diversifikasi pangan sangat penting untuk menunjang pangan yang B2SA (Bergizi, Berimbang, Sehat dan Aman). “Perlu edukasi, sosialisasi dan kampanye mengubah dari nasi menjadi singkong,” ujarnya.
Pemerintah kata Yasid, menargetkan peningkatan konsumsi singkong tahun 2021 sebanyak 12,4 kg/kap/tahun dan tahun 2022 menjadi 14,3 kg/kap/tahun. Sedangkan realisasi tahun 2020 baru sebesar 8,59 kg/kap/tahun. Di sisi lain, konsumsi beras penduduk Indonesia tahun 2024 turun menjadi 23,8 juta ton atau berkurang 1,2 juta ton dibanding tahun 2020.
“Kita ingin meningkat singkong sebagai substitusi nasi dari beras hingga tiga kali lipat. Perlu inovasi olahan pangan pokok yang praktis, rasa diterima, menyehatkan, kekinian, ada nilai sosial,” ujarnya.
Dari sisi kandungan gizi Yasid yakin singkong bisa menjadi mensubstitusi nasi. Sebab, singkong memiliki banyak manfaat fungsional. Kandungan indeks glikemik singkong jauh lebih rendah dibandingkan kentang dan nasi. Singkong juga kaya serat.
Kesalahan Edukasi
Sementara itu Guru Besar Universitas Jember, Achmad Subagio menilai, selama ini ada kesalahan dalam edukasi pangan terhadap masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat cenderung mengonsumsi nasi. Bukan hanya faktor harga, tadi telah ada kesan nasi lebih enak dan gaya hidup.
“Jadi ini persoalan persepsi. Kita perlu mengubah persepsi secara nasional terhadap pangan kita. Kalau tidak dilakukan sacara struktur dan sistematik, kita sulit. Ini yang melakukan harus pemerintah,” katanya.
Subagio yang dikenal sebagai profosser singkong ini juga melihat banyak kelebihan dari singkong. Karena gluten free, sehingga singkong baik untuk pangan masyarakat yang autis dan anti alergi. Singkong juga kaya serat yang baik untuk konsumsi masyarakat yang berpenyakit gula.
Pemanfaatan singkong sebagai bahan baku industri juga cukup banyak. Misalnya, untuk industri kertas dan plywood sebagai bahan perekat. Singkong juga banyak digunakan industri tekstil dan bahan pemanis pengganti gula. “Selama ini kita terlenakan. Kita tidak konsetrasi mengembangkan industri berbahan baku singkong, sehingga industri banyak mengimpor singkong (tepung),” tuturnya.
Singkong menurut Subagio ada dalam lini kehidupan masyarakat Indonesia. Sayangnya bangsa Indonesia tidak sadar hal itu. Dengan produksi singkong mencapai 20 juta ton/tahun, kebutuhan untuk pangan hingga kini masih sangat sedikit. Paling besar untuk pakan, agrokimia dan kelompok lain seperti MSG dan makanan olahan. “Persoalan sekarang adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat. Selama ini kita ngga concern ke arah tersebut,” tegasnya.
Karena itu untuk mendorong nilai perlu lebih dikembangkan penyediaan pangan berbahan baku ubi kayu melalui pemberdayaan UMKM pangan lokal. Khususnya, meningkatkan ketersediaanubi kayu dan olahannya sebagai substitusi pangan pokok. “Kita perlu mereposisi pangan singkong menjadi pangan yang prestise,” katanya.
Kini di tengah tekanan konsumsi beras yang cukup tinggi, beberapa UMKM mulai menggeliat membangun produk pangan berbahan baku singkong. Sebut saja Hardadi, pelaku usaha Singkong Keju D-9 dari Salatiga. Sementara kalangan milenial pun tak ketinggalan menekuni dunia singkong yakni Riza Azyumaridha Azra dengan brand Rumah Mocaf.
Riwayatnya Dari Jauh
Di sebagian Afrika, hanya butuh dua abad saja buat singkong untuk menjadi makanan pokok. Sementara di Asia, singkong juga andalan para petani, karena tanaman ini tahan kering dan bisa ditanam di lahan yang kurang subur sekalipun.
Di Brasil, pada abad ke-16, singkong jadi makanan pokok para budak dan tuannya. Tersedia melimpah di alam, singkong jadi andalan para budak yang melarikan diri.
Inilah yang membuat sejarawan mengaitkan singkong dengan perlawanan mengakhiri perbudakan di negara itu.
Di Nusantara butuh waktu lama singkong menyebar terutama ke pulau Jawa. Diperkirakan singkong kali pertama diperkenalkan di suatu kabupaten di Jawa Timur pada 1852. “bupatinya sebagai seorang pegawai negeri harus memberikan contoh dan bertindak sebagai pelopor. Kalau tidak, rakyat tidak akan mempercayainya sama sekali,” tulis Pieter Creutzberg dan J.T.M. van Laanen dalam Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia.
Namun hingga 1876, sebagaimana dicatat H.J. van Swieten, kontrolir di Trenggalek, dalam De zoete cassave (Jatropha Janipha) yang terbit 1875, singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali di beberapa bagian pulau Jawa dikutip Creutzberg dan van Laanen.
Sekira 1875, konsumsi singkong di Jawa masih rendah. Baru pada permulaan abad ke-20, konsumsinya meningkat pesat. Pembudidayaannya juga meluas. Terlebih rakyat diminta memperluas tanaman singkong mereka.
Peningkatan penanaman singkong sejalan dengan pertumbuhan penduduk pulau Jawa yang pesat. Ditambah lagi produksi padi tertinggal di belakang pertumbuhan penduduk. “Singkong khususnya menjadi sumber pangan tambahan yang disukai,” tulis Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia V
Singkong Berakar Hingga Jauh.
Aslinya, singkong berasal dari Amerika Selatan dan telah dibudidayakan selama 5 ribuan tahun. Sebatang pohon singkong bisa menghasilkan akar yang beratnya mencapai 20 kilogram.
Karbohidrat yang dikandungnya terjaga dengan sempurna di bawah tanah. Bebas dari predator dan serangga berkat kulit tebal yang mengandung racun sianida.
Untuk menetralkan racun, akar mesti dikupas, direndam, dibakar, dimasak, atau difermentasi dulu agar bisa dikonsumsi.
Singkong disajikan saat seorang ketua suku di kepulauan Karibia menyajikan makanan mewah kepada Chistopher Colombus pada 26 Desember 1442.
Dan sisanya adalah sejarah. Orang Eropa membawa singkong, bersama cabai, kentang, tomat, dan lain-lain, ke wilayah koloninya di Afrika dan Asia.
Lumbung Pangan Bawah Tanah
Di Indonesia, singkong mungkin tiba bersamaan dengan kehadiran penjelajah Eropa. Tapi tak banyak sumber yang menyebutkan soal budi dayanya.
“Pertengahan abad ke19, di Demak ada kelaparan. Itu wabah yang luar biasa. Habis itu, tahun 1850-an seluruh residen Jawa dan Palembang dikumpulkan untuk diperkenalkan dengan sebuah tanaman, itulah singkong,” kata Haryono Rinardi sejarawan Universitas Diponegoro Semarang, penulis buku Politik Singkong Zaman Kolonial.
Singkong diperkenalkan sebagai jalan keluar dari krisis pangan. Tapi nyatanya, singkong malah lebih moncer sebagai komoditas dagang.
Hindia Belanda jadi produsen utama dunia. Tepung singkong diekspor untuk pangan, pakan ternak, lem, hingga industri kain.
“Di Prancis, gaplek diolah untuk menjadi minuman untuk pengganti anggur,” ujar Haryono.
Singkong Tampil Pada Masa Krisis.
“Ada lonjakan produksi ubi kayu yang luar biasa ketika kita menghadapi krisis. Krisis pertama itu ketika Perang Dunia I. Kita kena blokade Jerman,” lanjutnya.
“Pedesaan Jawa menanggung beban karena pulangnya pekerja dari Sumatra Timur ke pedesaan. Itu kan butuh tanaman pangan yang mau tak mau bisa dimakan. Saat itulah ubi kayu nilai produksinya tinggi.”
Pinjam-Meminjam Identitas
Di Jawa, singkong tak cuma jadi pangan pangan alternatif selain padi, tapi juga sumber kreativitas camilan yang awet hingga sekarang dan jadi ciri khas daerah – menjadi identitas.
Jika mampir ke kota Surakarta, ada panganan khas yang disebut lenjongan. Dan di pasar Gede Solo ada penjaja camilan yang legendaris ini: ‘Lenjongan Yuk Sum’.
Berbagai bentuk, warna, dan ukuran singkong yang telah diolah hingga memanjakan mata dan air liur.
“Itu jongkong. Cenil (juga) dari singkong. Tiwul dari singkong. Sawut dari singkong. Gatot dari singkong. Getuk dari singkong,” kata Yuk Sum yang telah berjualan di sana mulai dari 13 tahun.” (winarto-pimpinan resaksi)