Bagiberita.id, Sumenep – Kasus penanganan dugaan korupsi PT. Sumekar yang kini bergulir di Kejaksaan Negeri Sumenep kian seru, pasalnya penyidik kejaksaan utama Novan Bernadi dikabarkan dimutasi ke Banjar Negara, Jawa Tengah. Kabar ini bertiup di kalangan wartawan, bahwa Kejari Sumenep Trimo SH, juga ditiup isu bakal ikut hengkang dari Kejaksaan Negeri Sumenep. Adakah tangan-tangan raksasa yang ikut main pada kasus ini ?
Sementara itu para saksi dan tersangka kasus PT. Sumekar diperiksa tambahan sejak akhir bulan Februari yang lalu. Misalnya mantan bupati Sumenep A. Busyro Karim, mantan Direktur PT. Sumekar Akmad Zainal dan beberapa saksi lainnya.
Menurut Jakfar Faruk Abdillah yang dihubungi media Bagiberita.id, pengacara Asrawadi itu menduga, ada kemungkinan kasus kapal dan kapal tongkang yang menjadi badai besar di perusahaan daerah milik Pemkab Sumenep itu, masih belum kelar menjadi P21 atau belum lengkap.
Menurut pengacara yang juga menggeluti dunia politik itu, diduga penyidik kesulitan merampungkan pembuktian adanya kerugian negara. Sebab kasus PT. Sumekar masih terbungkus kuat dengan keperdataan, bisa jadi jika kasus ini diusut tuntas akan menyeret sejumlah pejabat Pemkab Sumenep.
“ Awal kasus ini di keperdataan berdasarkan UU Perseroan Terbatas. Sejumlah pasal masih cukup kuat mengikat dan sangat debatable. Hal tersebut terlihat dari dokumen yang kami miliki dari berbagai sumber. Wajar jika penyidik terus menerus memanggil saksi-saksi dan tersangka untuk membuktikan bahwa ada tindak pidana korupsi “ ujarnya saat dikonfirmasi via telpon selulernya.
Faruk Abdillah menduga penyidik belum menemukan konstruksi hukum dan gambaran bangunannya atas kasus PT. Sumekar. Sebab jika hal itu tidak didapatkan gambaran yang jelas, khawatir akan terpental di Pengadilan Tipikor.
“ Pidana korupsi itu Extra Ordinary Crime, yang dikonstruksi sebagai kejahatan luar biasa oleh negara. Dengan begitu, pembuktiannyapun harus dengan cara-cara luar biasa, tidak seperti tindak pidana umum, karena salah satu pembuktiannya adalah alat bukti tertulis yang cukup sulit ditemukan dalam kasus Tipikor” paparnya. (14/3).
Faruk Abdillah menerangkan; modal awal adanya tindak pidana korupsi atas PT. Sumekar hanya terlihat pada pengakuan hutang Direktur Utama Mohammad Syafi’ie dan Direktur Akhamd Zainal atas kerugian PT. Sumekar yang berjumlah Rp 5.8 miliar dan berjanji akan melunasi hingga jatuh tempo pada tanggal 24 Januari 2021. Sementara update hingga tahun 2023, belum ada pelunasan hingga ke angka Rp 5.8 miliar. Mestinya jika pada tanggal terakhir janji melunasi tidak kunjung dilakukan, Pemkab selaku pemegang saham atau komisaris seharusnya melakukan langkah hukum, tapi ternyata tidak melakukan apapun.
“ Ada apa ? Kok Komisaris PT. Sumekar tidak melakukan langkah apapun. Ini dirasa cukup aneh. Padahal mereka mendapat gaji dari jabatan sebagai komisaris. Patut diduga banyak keterlibatan orang-orang di sekitar Pemkab. Itu juga harus diusut tuntas oleh penyidik. Sebab di dalam UU PT, Komisaris wajib bertanggungjawab atas kerugian PT. Maka jika ini dinilai tindak pidana korupsi, tersangkanya bisa menyasar kepada komisaris dan lainnya, setidaknya lebih dari lima orang. “ ujarnya.
Namun yang lebih heran lagi, Faruk Abdillah, juga menemukan sejumlah lalulintas transfer keuangan yang diduga tidak wajar kepada pemilik rekening No. 0342110991 a/n : Asrawiyah senilai Rp 100 juta, No. Rekening 1930329929 a/n Ir. H. Far’i Hidayat Has sejumlah Rp 150 juta, No rekening 0343018193 a/n Mohammad Syafi’ie sejumlah Rp 80 juta dan sejumlah transfer lainnya yang diduga bancaan pejabat tinggi di PT. Sumekar.
“ Kami akan tunjukkan segepok bukti transfer itu kepada penyidik, bahwa kerugian negara tidak hanya diduga karena persoalan pengadaan kapal dan tongkang, tapi ada penggunaan keuangan PT. Sumekar yang wajib dipertanggung jawabkan di hadapan majelis hakim Tipikor Surabaya. Dan diduga faktor banyaknya oknum yang bermain di pusaran keuangan PT. Sumekar. Insya Allah benang kusutnya akan terurai “ pungkas aktivis reformasi ’98 itu.
Sementara berkaitan dengan isu tersebut, awak media bagiberita.id mengkonfirmasi Kajari di ruang kerjanya usai giat pemusnahan barang bukti, Trimo mengatakan bahwa mutasi tersebut adalah langkah promosi.
“Mutasi itu adalah dalam rangka promosi, jaksa itu instansi vertikal, jaksa dipindah itu dengan harapan mereka punya ilmu karena karakteristik masyarakat di Indonesia itu bermacam-macam”, jelas Trimo.
“Kalau jaksa itu di satu tempat tidak berkembang, mereka harus rolling, semua jaksa itu gitu, apalagi kasi. Jadi pindahnya itu tidak satu orang tapi kolektif seluruh Indonesia, mutasi Nasional”.
“Tidak ada kalimat (efek dari penanganan kasus kapal ghaib PT. Sumekar, red) itu karena ini gak ada, mutasi di Kejaksaan merupakan promosi terhadap para jaksa, karena jaksa itu vertikal, bahkan kita ini dapat tiga kasi, kasi Intel, kasi Pidum, dan kasi BB.”
Mengenai mutasi Kajari sendiri yang sebelumnya diisukan sebagai imbas dari penanganan kasus kapal ghaib, Trimo menampik hal itu. (Rud).