Tentara Jahiliyah

Sulaisi Abdurrazaq Penasehat Hukum Korban (Erfandi)

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq

(Penasehat Hukum Erfandi)

Bacaan Lainnya

WARTAWAN bernama Erfandi itu dikeroyok sampai bonyok, dibanting, diseret, dirampas barang-barangnya, dompet maupun handphone, dipaksa merayap di tanah.

Selain itu dipaksa minum BBM, diancam akan diceburkan ke tengah laut, ditodong pistol dan diancam akan dilubangi kepala, diteriaki jancuk, dikatai babi, anjing, bajingan, media-media tai, disekap dalam semalam, lalu dipaksa tandatangani pernyataan tidak akan memperpanjang masalah. Jika tidak, dia akan dicari.

Penyebabnya, wartawan itu mau liputan, berharap bisa wawancara dengan narasumber terkait adanya sepeda motor roda tiga yang mengangkut BBM keluar dari SPBU di Kalianget menuju pelabuhan Kalianget.

Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu, 29 Juli 2023 sekira pukul 22.00 WIB di Pos Satpam Pelabuhan Kalianget, berlanjut hingga ke sebuah ruangan dekat dermaga yang biasa digunakan Patroli Keamanan Laut (Patkamla).

Padahal, Erfandi belum sempat wawancara, hanya bertanya ke Satpam yang berjaga di pos Pelabuhan ihwal BBM yang diangkut roda tiga. Katanya, BBM itu milik TNI AL.

Tak lama kemudian, petugas pos jaga itu memanggil tiga orang, yang lalu tanpa basa basi menghajar Erfandi. Tak ada wawancara. Tak ada waktu untuk menjelaskan.

Peristiwa itu terekam video dengan durasi 1:26:22 (satu jam dua puluh enam menit dua puluh dua detik). Salah satu wajah pelaku tampak cukup terang. Begitu pula tampang si penodong pistol.

Kemaren (31/07/2023) beberapa jurnalis mendatangi Pelabuhan Kalianget untuk konfirmasi ke Komandan Patkamla. Tapi gagal. Katanya lagi ke Surabaya. Namun, rekan-rekan jurnalis berhasil me-record wajah dua terduga pelaku.

Selain wartawan, dalam diskusi santai, saya coba screenshoot wajah pelaku dalam video, lalu saya tunjukkan wajah pelaku kepada Bang Junaidi, intel yang bertugas di Pamekasan dan Sumenep. Ia mengkonfirmasi wajah pelaku adalah tentara, katanya si pelaku adik leting.

Artinya, telah jelas pelaku nya gerombolan tentara, yang seragam dan gajinya dibayar dari pajak rakyat. Ia makan dari pajak para jurnalis.

Tentara modal dengkul begini jelas bertindak tanpa otak. Tak paham tugas jurnalis. Dia kira jurnalis tak boleh liputan di tempatnya.

Padahal, pasal 18 ayat (1) UU 40/1999 tentang Pers menegaskan, setiap orang yang secara melawan hukum sengaja bertindak menghambat/menghalangi tugas profesi jurnalis/liputan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah.

Selain itu, tindakan sengaja merampas kemerdekaan seseorang (seperti yang dialami Erfandi) tanpa kewenangan dapat dikualifikasi melawan hukum dan melanggar pasal 333 KUHP. Ancaman pidananya paling lama delapan tahun.

Main keroyok di muka umum, ancaman pidananya lima tahun enam bulan. Itu menurut Pasal 170 KUHP. Bukan menurut saya.

Nama-nama gerombolan tentara, berikut wajah-wajah pelaku serta video yang menggambarkan perilaku binatang ini nanti kita share ke ruang publik melalui kanal YouTube.

Melihat kenyataan itu, saya menilai bahwa reformasi di tubuh TNI, yang kita gaungkan sejak reformasi 1998 masih gagal.

Masih banyak tentara yang nyampah di tengah-tengah masyarakat. Padahal slogan TNI jelas: “Bersama Rakyat TNI Kuat”. Sayang, itu hanya slogan. Akibat kebiadaban oknum tentara ini, TNI justru potensial menjadi musuh rakyat.

Tentara jenis ini, yang hanya modal dengkul, modal kerongkongan dan mata mendelik, modal kekerasan, keroyok, modal banting, menyeret, merampas, mengancam, menyekap dan main todong pistol terhadap rakyat, apalagi terhadap jurnalis, menurut saya adalah jenis tentara jahiliyah.

Bahkan, jika meminjam istilah Prof. Dr. Abd. A’la, M.Ag., hegemoni kekerasan seperti itu termasuk jahiliyah kontemporer.

Realitas kekerasan itu memiliki keserupaan dengan kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyah pra-Islam, yang masih tribalik primordialistik.

Pelaku-pelaku kekerasan masih dalam kondisi jahil (kurang pengetahuan), bahkan jahlun murokkabun alias tolol.

Jadi, tentara yang telah bertindak seperti binatang di Pelabuhan Kalianget itu bisa saja kita sebut tentara tolol alias jahlun murokkabun karena buta wawasan mengenai tugas-tugas jurnalistik. Tapi, mereka makan dari pajak yang dibayar jurnalis.

Jika tentara yang tolol-tolol begini tidak meminta maaf kepada Erfandi, kepada jurnalis, kepada masyarakat secara terbuka dan masih di tempatkan di Sumenep, kami bersumpah akan melawan, sampai titik darah penghabisan.

Tunggu saja skema berikutnya!.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *