Bagiberita.id, Sumenep – Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sumenep, Hizbul Wathan, memberikan penjelasan terkait dua isu yang mengemuka. Pertama, mengenai tidak diunggahnya peraturan bupati (Perbup) dan perubahan-perubahannya secara konsisten ke Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). Kedua, soal aturan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang diatur Perbup diduga menguntungkan pihak tertentu dan dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) No. 14 Tahun 2008.
“Perda dan Perbup selalu kita unggah ke JDIH. Namun, kendala server yang sering down membuat hasil unggahan sulit diakses. Meski begitu, informasi produk hukum daerah juga bisa diakses offline di Bagian Hukum atau melalui WhatsApp operator JDIH,” ujar Wathan dalam keterangannya. (16/11)
Ketika ditanya apakah hanya server Kabupaten Sumenep yang mengalami gangguan secara berkala, Wathan belum memberikan jawaban secara gamblang. Hal ini memicu pertanyaan lebih lanjut dari publik tentang konsistensi pengelolaan JDIH di Kabupaten Sumenep.
Terkait peran Perbup yang dianggap kontradiktif dengan UU KIP, Wathan menyatakan bahwa peraturan bupati bersifat regeling dan ketentuannya didasarkan pada konsideran yang telah melalui proses executive review. “Setiap Raperda dan Raperbup telah diuji kepatuhannya terhadap asas perundang-undangan oleh suncang. Jadi, dipastikan sudah sesuai dengan regulasi di atasnya,” tambahnya.
Benar saja, kritik tetap mengemuka pada kasus Rumah Produksi Wirausaha Muda, yang salah satu sumber penyebab adalah Peraturan Bupati sebagai acuan, Demonstran dari Lembaga Hukum dan Gerakan Nasional (LHGN) pada Jumat (15/11) mempertanyakan posisi Perbup yang dianggap bertentangan dengan UU KIP, khususnya dalam kasus dugaan korupsi Rumah Produksi Wirausaha Muda. Dalam aksi tersebut, demonstran menyoroti bagaimana Perbup justru menjadi pedoman kebijakan Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Sumenep.
“Dokumen itu dikecualikan merujuk pada Perbup,” ujar Ramli.
Namun dalih yang disampaikan dinilai kontradiktif, sehingga demonstran menertawakan penjelasan Ramli Kepala Diskop UKM Perindag, di tengah aksi unjuk rasa oleh Lembaga Hukum Gagas Nusantara (LHGN) pada Jum’at (15/11) hingga malam hari. Mereka menilai bahwa Perbup yang bersifat mengikat dapat digunakan untuk mengesampingkan UU yang lebih tinggi, seperti UU KIP.
“Kalau benar server terus-menerus bermasalah, bagaimana masyarakat bisa mengakses informasi secara transparan? Apalagi jika ada indikasi bahwa Perbup tidak diunggah dan dianggap lebih tinggi kedudukannya dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Sehingga istilah yang mengkatagorikan dua hal yakni, regeling dan beschikking yang disampaikan oleh Wathan sebelumnya, gugur seketika dalam unjuk rasa jilid II oleh Lembaga Hukum Gagas Nusantara (LHGN).
Klarifikasi Wathan mengenai proses executive review juga diragukan oleh sejumlah pihak. Mereka menilai, meskipun telah melalui tahapan tersebut, implementasi di lapangan sering kali tidak selaras dengan prinsip keterbukaan informasi yang diamanatkan UU KIP.
Isu ini memunculkan desakan agar Pemkab Sumenep meningkatkan transparansi dan memastikan pengelolaan JDIH yang lebih profesional. Selain itu, publik meminta evaluasi terhadap Perbup yang berpotensi kontradiktif dengan regulasi yang lebih tinggi.