Bagiberita.id, Situbondo – Kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng wajah demokrasi di Indonesia. Seorang wartawan Radar Situbondo, Humaidi, menjadi korban pemukulan brutal saat tengah menjalankan tugas peliputan aksi damai di kawasan Alun-alun Situbondo pada Kamis (31/07/2025).
Aksi damai yang digelar oleh sejumlah LSM dan insan pers di Situbondo awalnya berlangsung tertib. Namun suasana berubah kacau saat insiden kekerasan terjadi, diduga dipicu oleh upaya Bupati yang tak terima direkam ketika hendak dikonfirmasi oleh wartawan. “Saat saya dekati untuk klarifikasi, Bupati malah berusaha merebut ponsel saya. Saya dipukul, diseret, dan saat bangkit pun kembali dihantam,” ungkap Humaidi.

Peristiwa ini langsung menuai kemarahan publik, terutama dari kalangan jurnalis dan pemerhati hukum. Aksi kekerasan terhadap jurnalis dinilai sebagai bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan pers yang dijamin konstitusi.
“Kami mengutuk keras tindakan ini. Seorang kepala daerah semestinya menjadi contoh dalam menjunjung hukum, bukan justru melakukan kekerasan terhadap jurnalis yang menjalankan tugas,” tegas Enggrid Duwi Budi Setiawan, SH., praktisi hukum asal Situbondo. Ia mendesak pihak kepolisian untuk tidak ragu menetapkan tersangka dalam kasus ini, siapapun pelakunya, termasuk jika benar melibatkan Bupati.
Hal senada disampaikan Ketua Umum LSM Siti Jenar, Eko Febriyanto, yang menyebut insiden ini sebagai serangan terang-terangan terhadap prinsip demokrasi dan hak publik untuk tahu. “Ini tidak bisa ditoleransi. Apa yang dialami Humaidi adalah bentuk penghalangan kerja jurnalistik, pelanggaran terhadap UU Pers No. 40 Tahun 1999, UU HAM No. 39 Tahun 1999, bahkan mencederai prinsip-prinsip yang dijunjung oleh Polri dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009,” tegas Eko.
Ia menambahkan bahwa aparat keamanan juga patut dipertanyakan. “Pengamanan dalam aksi ini sangat lemah. Harusnya polisi memastikan keamanan semua peserta, termasuk jurnalis. Ini menunjukkan kegagalan SOP di lapangan.”
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Bupati Situbondo maupun Pemkab. Di sisi lain, gelombang solidaritas dan desakan agar pelaku segera ditangkap terus berdatangan. Sejumlah organisasi pers, media nasional, hingga aktivis HAM ikut bersuara mendesak tindakan tegas dari penegak hukum.
Peristiwa ini mencoreng kebebasan pers di Situbondo dan menjadi pengingat bahwa jurnalis masih menghadapi risiko nyata dalam menjalankan profesinya. Pers bukan musuh pejabat, melainkan mitra dalam membangun transparansi dan demokrasi.