Diduga Masuk Angin, Kejati Jatim Tak Beri SP2HP Pelapor Korupsi Dana Kapitasi

Gedung kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Syaiful Bahri, S.H (PERADI Madura Raya).

Bagiberita.id, Sumenep – Penanganan dugaan korupsi dana kapitasi di Dinas Kesehatan P2KB Sumenep oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menuai sorotan tajam. Pasalnya, pelapor kasus ini mengaku tak pernah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), Kamis (24/4).

Berdasarkan informasi yang diterima media ini dari salah satu sumber internal Dinas Kesehatan Sumenep, kasus tersebut diduga telah “diselesaikan” secara tidak wajar, dengan istilah yang digunakan: diberi pelicin.

Bacaan Lainnya

Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya suap terhadap oknum di Kejati Jawa Timur untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut tanpa alasan yang transparan dan prosedural.

Syaiful Bahri, S.H., pakar hukum asal Sumenep, menyebut bahwa keputusan Kejati Jatim menghentikan kasus tanpa memanggil pelapor dan saksi sangat mencurigakan.

Menurutnya, proses hukum yang sehat seharusnya memanggil semua pihak terkait untuk dimintai keterangan sebelum memutuskan hasil pulbaket dan puldata.

“Ini janggal. Pelapor tidak pernah dipanggil. SP2HP tidak diberikan. Kejati seperti main sendiri,” ujar Ipung, sapaan akrab Syaiful Bahri.

Kejanggalan ini diperparah dengan pernyataan Kejati Jatim melalui layanan PTSP yang menyatakan kasus tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan hanya lewat pesan singkat WhatsApp.

“Ini menyalahi prinsip transparansi hukum. SP2HP adalah hak pelapor, bukan bonus. Wajib diberikan, diminta ataupun tidak,” tegas Ipung, yang juga pengacara dari PERADI Madura Raya.

Ia menilai, bila pelapor tidak diberi informasi resmi, maka patut diduga ada pelanggaran etik bahkan pidana yang harus ditelusuri lebih lanjut.

“Diduga kuat Pidsus Kejati Jatim masuk angin. Pelapor wajib membuat surat keberatan ke Kejagung, tembusan ke Jamwas dan KPK,” sarannya.

Ipung juga menilai, jika hal ini dibiarkan, maka korupsi akan terus merajalela karena hukum hanya berpihak pada uang, bukan pada kebenaran.

“Jangan sampai hukum kita berubah jadi lawakan. Yang salah dibela karena uang, yang benar disingkirkan karena miskin,” sindirnya pedas.

Ia mendukung pelapor untuk membawa perkara ini ke Kejaksaan Agung bahkan Presiden, agar oknum-oknum di Kejati Jatim yang bermain dapat diusut tuntas.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait tudingan suap dan penghentian kasus ini.

Polemik ini menjadi cermin buram penegakan hukum di Indonesia, di mana hak pelapor dan akuntabilitas penanganan perkara kerap diabaikan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *