KPP Pratama Pamekasan Tegaskan Prosedur Pajak Rokok: Banyak Industri Belum Patuh

Sesi foto usai audiensi Aliansi Jurnalis Sumekar (AJS) dengan DJP KPP Pratama Pamekasan.

Bagiberita.id, Pamekasan — Audiensi antara Aliansi Jurnalis Sumekar (AJS) dan pejabat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pamekasan pada Rabu (26/11) membuka kembali isu lama mengenai kepatuhan perpajakan sejumlah perusahaan rokok di Madura. Dalam dialog itu, KPP menjelaskan secara terbuka bagaimana mekanisme pengawasan dilakukan, sekaligus menepis anggapan bahwa setiap temuan otomatis dikategorikan sebagai “tunggakan” pajak.

Sejumlah pejabat KPP yang hadir menjelaskan bahwa kewajiban perpajakan industri rokok sebenarnya memiliki struktur yang lebih kompleks dibanding sektor lain. “Ada empat hal dasar yang wajib dipenuhi: pendaftaran NPWP, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan. Untuk rokok, ada tambahan kewajiban karena berkaitan dengan PPN 9,9 persen saat penebusan pita cukai,” ujar Alwi Sodiq, yang merupakan kepala Seksi pengawasan I KPP Pratama Pamekasan.

Bacaan Lainnya
Gelar audiensi Aliansi Jurnalis Sumekar (AJS) dengan KPP Pratama Pamekasan.

Ia menegaskan, perusahaan rokok yang melakukan penebusan pita cukai otomatis terutang PPN. Karena itu, pengusaha wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). “Bahkan jika omzet belum mencapai 4,8 miliar, industri rokok tetap harus PKP karena ada PPN yang harus dipenuhi sebelum penebusan cukai,” tambahnya.

KPP juga mengungkap masih menemukan sejumlah perusahaan yang belum menyelesaikan proses pengukuhan PKP meski sudah melakukan aktivitas produksi dan penebusan pita cukai. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan data antara penjualan, produksi, dan pelaporan pajak yang semestinya dilakukan setiap bulan.

Dalam audensi tersebut, KPP menjelaskan bahwa istilah “tunggakan” tidak bisa disematkan sembarangan. “Tunggakan itu hanya digunakan ketika sudah ada ketetapan pajak dan belum dibayar. Sebelum ada ketetapan, istilahnya bukan tunggakan, tetapi potensi,” jelas pejabat KPP lainnya yang juga hadir dalam audiensi tersebut.

Proses penentuan potensi pajak dimulai dari pencocokan data antara KPP dan Bea Cukai terkait kegiatan penebusan pita cukai. Setelah itu, KPP melakukan pengawasan melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) kepada perusahaan. Melalui mekanisme ini, wajib pajak diberi kesempatan memberikan klarifikasi apakah data penebusan dan laporan bulanan saling sesuai.

Jika klarifikasi terpenuhi dan data dinilai valid, barulah KPP melakukan penghitungan potensi pajak yang belum diselesaikan. Seluruh proses dilakukan bertahap untuk memastikan penetapan pajak tidak salah sasaran dan tetap berlandaskan regulasi.

AJS menyampaikan apresiasi atas transparansi yang diberikan oleh pihak KPP PratamaPamekasan. Mereka mengakui bahwa surat audiensi sebelumnya sempat menimbulkan pertanyaan, karena jarang terjadi komunikasi langsung antara instansi pajak dan organisasi media. “Kami melihat rekam jejak AJS, ternyata selama ini cukup objektif. Kami juga merasa terbantu dengan audiensi ini,” ujar Hendri dalam pertemuan tersebut.

KPP berharap komunikasi seperti ini berlanjut, terutama untuk meluruskan persepsi publik terkait isu perpajakan di sektor industri rokok yang sering menjadi sorotan. “Pintu komunikasi tetap terbuka. Jika ada data baru atau hal yang perlu didiskusikan, kita bisa koordinasi langsung,” kata pejabat KPP lainnya menutup pertemuan.

Audiensi tersebut memberi gambaran lebih jelas tentang bagaimana proses administratif dan pengawasan perpajakan dilakukan di lapangan. Di tengah sorotan publik terhadap industri rokok di Madura, penjelasan teknis KPP menjadi penting agar masyarakat memahami bahwa pengawasan perpajakan tidak dilakukan sembarangan, melainkan berdasarkan data, proses, dan tahapan yang ketat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *